LPA BEKASI.
Anak itu polos. Polos dalam arti masih dalam proses pembentukan menjadi seperti apa. Belum terkontaminasi. Mereka mudah terpengaruh, mudah terbawa suasana, mudah juga terhipnotis dengan janji-janji manis. Sehingga kerap kali tawaran yang datang, menghayutkan mereka dengan pesona yang indah dipikiran mereka, mereka ikut, padahal hanyalah sebuah bujukan menuju kehancuran.
Saya ibaratkan mereka seumpama kertas yang masih polos, belum ada guratan, coretan, belum tertulis, belum terisi. Hingga suatu saat akan ada pena dan tangan yang menuliskan guratan di atasnya.
Namun, yang perlu kita ketahui dan pertanyakan juga, ditangan siapakah kertas itu berada? apakah ditangan yang salah? atau apakah berada ditangan yang tepat?
Kertas, jika belum tertulis alias masih baru, nilainya adalah standar. Kemudian pembeli datang dan menbayar dengan harga standar tersebut. Pembeli ini siapa? Bisa siapa saja. Kemudian sang pembeli akan mulai mengisi lembar demi lembar setiap kertas. Ketika dia salah menulis, apa yang terjadi? ada dua kemungkinan yang akan terjadi:
Pertama; Ketika dia salah menulis, jika dia menulis dengan pensil, kemungkinan besar adalah dia akan hapus dan perbaiki. Tetapi perlu kita pahami, sama halnya seperti anak, ketika kita mulai menuliskan sesuatu di benaknya, yang ternyata itu adalah hal yang salah, dan kemudia kita sadar kalau itu adalah hal yang salah, lalu kita akan memperbaiki kesalahan itu. Jika kesalahan itu lewat perkataan atau kekerasan lainnya, mungkin kita akan menghapusnya dengan permintaan maaf. apakah akan di maafkan si anak? bisa jadi. tetapi renungkanlah, sama halnya seperti kertas yang sudah di hapus tadi, pernah kah kita perhatikan bahwa setiap hapusan akan tetap meninggalkan bekas. Jika kita menulis dengan pulpen dan kemudian salah, kemungkinan kita akan tutupi dengan tipp ex, namun tetap juga akan meninggalkan bekas. Jadi, setiap kekerasan yang kita lakukan kepada anak, walaupun kita sudah minta maaf dan berusaha menutupi, tetap saja bekanya tidak akan hilang. Itulah sebabnya sangat perlu kita berhati-hati untuk anak, buat anak jangan pernah coba-coba. Anak bukan bahan percobaan.
Kedua; kemungkinan yang akan terjadi , jika kita menulis dan kemudian salah, dan salah besar, sehingga terpaksa kita sobek dan buang. Siapa yang salah? Kita. Seringkali ketika anak melakukan kesalahan besar, kita bahkan menyalahkan si anak? Tanpa pernah kita koreksi penyebab utama kesalahan. Dengan luapan emosi kadang kita korbankan anak dengan kata-kata kasar, bahkan sampai anak terbuang, terusir dari kehidupan orangtuanya. Siapa yang salah? kita.
Orangtua, pendidik, adalah Seniman. Seniman yang menentukan seberapa mahal selembar kertas. Selembar kertas bisa memiliki nilai yang tinggi, atau bisa jadi tidak berharga, terbuang, itu tergantung pelukisnya, tergantung ditangan siapa kertas tersebut berada. Siapa pelukisnya? Kita. Kita adalah seniman bagi anak-anak kita, yang bisa menentukan akan jadi seperti apa nilai mereka kelak.
Article by : Ricky Waldo - LPAI Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar